Arielaut's Blog

Just another WordPress.com weblog

PROSES SEDIMENTASI YANG TERJADI PADA MUARA SUNGAI CIMANUK INDRAMAYU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau. Wilayah pesisir dan luas laut mencakup sekitar 3,1 juta km2 dan ZEE 5,8 juta km2. Dan garis pantai memuat habitat yang sangat bervariasi (81.000 km2), kedua setelah Canada.

Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi antara lautan dan daratan. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan Indonesia. Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang baik menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu komoditi Indonesia (devisa). Maka dari itu, dalam hal ini tentu diperhatikan pula faktor – faktor yang berdampak terhadap lingkungan pesisir, seperti : sedimentasi, kegiatan manusia, pencemaran di perairan laut, dan over eksploitasi SDA.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mempelajari kawasan muara S. Cimanuk muda ini untuk mengetahui secara rinci tentang proses-proses yang terjadi pada pembentukan dan pengendapan suatu delta. Sebagai bahan referensi tentang studi kasus sedimentologi yang terjadi di perairan pantai Indonesia khususnya pada muara sungai dan sebagai informasi yang penting tentang ilmu sedimentologi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sedimentologi

Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen. ‘Sedimentologi’ hanya ada sebagai cabang ilmu geologi untuk beberapa dekade. Sedimentologi berkembang karena unsur-unsur stratigrafi fisika menjadi lebih kuantitatif dan lapis-lapis strata dijelaskan berdasarkan proses fisika, kimia dan biologi yang membentuknya. Tidak adanya terobosan besar sampai berkembangnya teori tektonik lempeng. Suatu konsep menginterpretasi batuan dalam proses modern yang menyokong sedimentologi modern dimulai pada abad 18 dan 19 (‘present is the key to the past’).

2.2 Pengertian Sedimentasi

Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu, sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut.

Sedimentasi di suatu lingkungan pantai terjadi karena terdapat suplai muatan sedimen yang tinggi di lingkungan pantai tersebut. Suplai muatan sedimen yang sangat tinggi yang menyebabkan sedimentasi itu hanya dapat berasal dari daratan yang dibawa ke laut melalui aliran sungai. Pembukaan lahan di daerah aliran sungai yang meningkatkan erosi permukaan merupakan faktor utama yang meningkatkan suplai muatan sedimen ke laut. Selain itu, sedimentasi dalam skala yang lebih kecil dapat terjadi karena transportasi sedimen sepanjang pantai.

Karakteristik sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan dan berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi terus berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan kondisi lingkungan fisik di daerah aliran sungai terkait. Pembukaan lahan yang meningkatkan erosi permukaan dapat meningkatkan laju sedimentasi. Sebaliknya, pembangunan dam atau pengalihan aliran sungai dapat merubah kondisi sedimentasi menjadi kondisi erosional.

Bila sedimentasi semata-mata karena tranportasi muatan sedimen sepanjang pantai, laju sedimentasi yang terjadi relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan sedimentasi yang mendapat suplai muatan sedimen dari daratan. Proses sedimentasi berlangsung perlahan dan terus menerus selama suplai muatan sedimen yang banyak dari daratan masih terus terjadi. Proses sedimentasi berhenti atau berubah menjadi erosi bila suplai muatan sedimen berkurang karena pembangunan dam atau pengalihan alur sungai.

2.3 Keadaan Topografi Indramayu

Wilayah Kabupaten Indramayu meliputi luas 204.011 Ha dan secara georafis terletak diantara 107º 52´-108º 36´ Bujur Timur dan 6º 15´-6º 40´ Lintang Selatan. Keadaan Topografi di wilayah Kabupaten Indramayu pada umumnya merupakan daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 – 2 %.

Jenis tanah di Kabupaten Indramayu meliputi Alluvial (63 %), Clay Grumosol (24 %) dan Podsolik (12 %). Musim hujannya berlangsung pada Oktober s/d Maret dan kemarau pada April s/d September. Kabupaten Indramayu mempunyai tipe iklim D, dengan temperatur berkisar 18 – 28 ºC. Curah hujan rata-rata per tahun berkisar 1.418 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 75 hari,  curah hujan yang tertinggi pada bulan Januari dengan curah hujan 364 mm, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan 10 mm.

2.4 Muara Sungai

Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1967). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain 1. tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya. 2. pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3. perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4. tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut.

BAB III

ISI

3.1 Proses Sedimentasi Pada Muara Sungai Cimanuk Indramayu

Wilayah pesisir Kabupaten Indramayu merupakan daerah pedataran yang cukup luas yang ditempati oleh endapan aluvium. S. Cimanuk adalah satu-satunya sungai yang mengalir di kawasan ini, akan tetapi di Desa Sindang, selatan Indramayu.

S. Cimanuk bercabang membentuk sungai-sungai yang bermuara di wilayah pesisir barat, yaitu S. Anyar dan S. Rambatan, sedangkan S. Cimanuk sendiri bermuara ke pesisir timur Indramayu. Sungaisungai tersebut memiliki debit dan material sedimen yang sangat besar di waktu musim hujan, material sedimen yang disebarkan di Laut Jawa mengakibatkan pendangkalan di kawasan garis pantai timur dan barat Indramayu. Batuan pembentuk dataran rendah Kabupaten Indramayu adalah berumur Kuarter. Satuan batuan terbawah di daerah ini adalah Endapan Konglomerat dan Batupasir Tufaan. Satuan ini ditutupi oleh beragam Endapan Aluvium yang berumur Holosen, endapanendapan tersebut dapat dibagi menjadi Endapan Banjir, Endapan Pantai, Endapan Pematang Pantai, Endapan Sungai dan Endapan Delta (Rimbaman drr. 2002). Endapan Konglomerat dan Batupasir Tufaan (Qps), terdiri dari material andesit dan batu apung berukuran 5 cm dengan perlapisan yang kurang jelas. Ke arah selatan Kabupaten Indramayu, endapan ini ditemukan sebagai konglomerat breksian dengan pecahan batu apung. Beberapa komponen mencapai ukuran 15–25 cm dengan masa dasar batupasir tufaan, banyak dijumpai lapisan silang-siur berukuran kurang lebih 1,5 meter dan batupasir tafaan sebagai sisipan dalam konglomerat. Satuan ini merupakan endapan sungai jenis kipas aluvium setebal 125 meter dan berumur Plistosen. Endapan Sungai dan Pantai (Qa) dapat dibagi menjadi Endapan Banjir, terdiri dari lempung pasiran, lempung humusan yang berwarna coklat kehitaman. Semakin ke selatan daerah penelitian berubah warna kemerahan dan tufaan, menutupi satuan di bawahnya secara tidak selaras.Endapan Pantai, terdiri dari lanau, lempung dan pasir, mengandung pecahan moluska. Satuan ini berbatasan dengan tanggul – tanggul pantai, sebarannya di pantai bagian tengah dan bagian timur.

Daerah endapan pantai biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pesawahan dan tambak. Endapan Pematang Pantai, terdiri dari pasir kasar sampai halus dan lempung yang banyak mengandung moluska. Sebaran pematang-pematang sangat terbatas di sekitar pesisir membentuk garis-garis yang sejajar tapi terkadang juga bentuk memancar dari satu titik. Tinggi rata-rata pematang tersebut kurang lebih 5 meter. Endapan Sungai, terdiri dari pasir, lanau dan lempung, berwarna kecoklatan, terendapkan disepanjang alur sungai Cimanuk sebagai mid stream bar. Endapan Delta, terdiri dari lanau dan lempung, berwarna coklat kehitaman mengandung sedikit moluska, ostrakoda, foraminifera plangton dan bentos. Daerah satuan ini merupakan tempat usaha pertambakan bandeng, udang dan hutan bakau.Dari peta geologi (Gambar 2)menggambarkan endapan sedimen Kuarter yang beragam serta batuan sedimen berumur Tersier yang telah mengalami struktur sesar berarah barat-timur. Endapan sungai dan pantai sebagai lapisan penutup yang cukup luas di kawasan pantai utara Jawa Barat yang berbatasan dengan Laut Jawa.

Sungai Cimanuk merupakan gabungan dari anak-anak sungai yang lebih kecil, yaitu Sungai Cilutung, Cipelas dan Cikeruh. Jika ditelusuri lebih lanjut, hulu S. Cimanuk berada disekitar Kabupaten Garut bernama S. Cukeruh, hulu S. Cipelas berada di Kabupaten Sumedang,tepatnya di kaki Gunungapi Tampomas; sedangkan hulu S. Cilutung berada di Kabupaten Kuningan, berasal dari kaki gunungapi Ciremai (peta rupabumi, skala 1 : 50.000). Ketiga anak S. Cimanuk mengalir pada daerah-daerah endapan volkanik muda berumur Kuarter (Ratman dan Gafoer, 1998). Aliran S. Cimanuk mengalami perubahan yang berarti di Indramayu, hal ini terjadi pada tahun 1947, ketika tanggul yang berada di desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu hancur diterjang bajir. Saat itu aliran S. Cimanuk mengalami perubahan, sebagian aliran sungai mengalir ke arah timurlaut, mencari jalan terdekat menuju garis pantai, membentuk delta baru dengan tipe delta telapak kaki burung (birdfoot-type delta) yang dapat kita saksikan hingga saat ini (Gambar 3).

Setidaknya ada tiga buah mulut muara sungai dari tipe delta ini yang masing-masing memiliki aktivitas sedimentasi. Cimanuk sendiri memiliki debit mencapai 1200 m3/ detik di kala musim hujan, yaitu pada bulan Oktober hingga Maret, sedangkan pada musim kering debit Sungai ini hanya mencapai 5 m3/detik, jadi kecepatan proses sedimentasi serta perubahan bentuk dari mulut muara akan sangat meningkat disaat musim hujan (Teddy drr.,1999). Dengan debit sungai yang sedemikian besar, dikala musim hujan, mengakibatkan alur sungai yang ada tidak mampu menampung jumlah air sungai, air akan meluap keluar menggenangi lingkungan sekitar. Dalam situasi tersebut kecepatan aliran air luapan (banjir) S. Cimanuk akan mengalami penurunan karena terhambat oleh berbagai pematang-pematang, arus dan gelombang laut.

Maka akan terjadi proses pelumpuran atau pengendapan material sedimen di kawasan muara sungai, hal tersebut menyebabkan bertambah luasnya daratan di mulut-mulut muara. Arus sungai yang deras mengalir ke arah laut bertemu dengan aktivitas gelombang, hal tersebut adalah salah satu penyebab yang dapat merubah arah muara serta bentuk perkembangan delta.Kadar lumpur air S. Cimanuk tergolong tinggi yaitu rata-rata 2.850 mg/liter, sementara kadar maksimum adalah 8.840 mg/liter, karena memiliki kadar lumpur yang cukup tinggi maka pertumbuhan daratan baru (akrasi) di kawasan muara S. Cimanuk berlangsung dengan kecepatan kurang lebih 200 meter/tahun (Hehanussa drr., 1980).

Dua faktor penting yang mempengaruhi dinamika alur S. Cimanuk yaitu perubahan yang drastis debit sungai dan kandungan lumpur yang cukup tinggi. S. Cilutung sebagai salah satu anak S. Cimanuk juga mempunyai arti penting, sungai ini juga memiliki kadar lumpur lebih dari 2.850 mg/liter. Dari kandungan lumpur yang demikian tinggi tersebut ditambah dengan kandungan lumpur S. Cimanuk dapat mencapai 27 juta ton/ tahun (Hehanussa drr., 1980). Akibatnya kawasan muara S. Cimanuk akan mengalami proses pendangkalan (akrasi) yang sangat luas dan cepat. Material sedimen terangkut aliran S. Cimanuk memiliki beragam ukuran butir, gosong pasir terkadang terbentuk pada tengahtengah alur sungai (mid stream bar) yang terdiri dari pasir ukuran sedang. Pembentukan gosong pasir tersebut dapat menghambat dan menyumbat aliran alur-alur sungai mengakibatkan proses pengendapan tidak seimbang antara satu alur dengan alur-alur lainnya. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perubahan bentuk muara delta. Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu alur sungai mengalami akrasi lebih cepat dibanding dengan alur lainnya. Akan tetapi pada dasarnya seluruh alur-alur sungai di delta S. Cimanuk baru tetap mengalami akrasi.

Proses sedimentasi dan erosi tampak sering terjadi di alur-alur sungai delta S. Cimanuk, hal tersebut dapat di amati dari adanya perubahan lebar alur sungai, suatu saat mengalami penyempitan akan tetapi di sisi lain alur tersebut mengalami pelebaran. Proses sedimentasi dan erosi merupakan dua proses yang terjadi silih berganti dalam jarak yang relatif dekat untuk mencapai keseimbangan dan merupakan bagian dari dinamika alur sungai pada tipe delta telapak kaki burung S. Cimanuk. Dominasi energi untuk kawasan muara S. Cimanuk berasal dari sungai, hal ini yang menyebabkan delta S. Cimanuk berbentuk telapak kaki burung.Dengan kecepatan aliran sekitar 20 – 160 cm/ detik dengan kandungan material lumpur yang tinggi, dapat membentuk tanah-tanah timbul yang sempit dan menjorok jauh kearah laut, berdasarkan pengukuran dari peta dasar saat ini telah mencapai 12 kilometer dari garis pantai lama tahun 1942. Karakteristik pantai di muka muara S. Cimanuk banyak ditempati oleh lumpur berwarna hitam yang sangat luas, khususnya pada musim hujan selain kecepatan arus sungai yang sangat kuat juga muatan sedimen yang lebih melimpah.

Energi sungai yang sangat tinggi melampaui energi gelombang mengakibatkan aliran anak-anak sungai delta Cimanuk mengalami akrasi yang sangat cepat dengan membuat kawasan genangan yang menjorok ke arah laut. Kawasan genangan dengan salinitas yang tinggi merupakan ekosistem yang tepat untuk tumbuhan bakau (mangrove). Dari hasil pengamatan di kawasan pesisir delta, tumbuhan bakau yang memiliki akar bercabang dipermukaan tanah merupakan perangkap bagi material sedimen untuk tidak terbawa oleh gelombang, hal tersebut mengakibatkan proses pendangkalan kawasan muara akan cepat terjadi. Kawasan muara S. Cimanuk terdiri dari material lempung berwarna kelabu kehitaman. Lapisan pasir berukuran sedang hingga halus dengan pemilahan baik sering ditemukan sebagai lensa-lensa tipis di antara material sedimen yang berukuran halus, seperti lanau dan lempung (Gambar 4).

Kegiatan pemboran dilakukan di delta muda S. Cimanuk, tepatnya di desa Brondong, Kabupaten Indramayu, sedalam 30 m, guna mengetahui urutan material sedimen penyusun delta. Titik Bor ditempatkan dekat dengan cabang S. Cimanuk dengan S. Pancer Song untuk mendapatkan data ketebalan lapisan material kasar dan halus. Dari urutan sedimen hasil pemercontoh pemboran, menunjukkan adanya lapisan lempung yang tebal dan lapisan yang berbutir lebih kasar (Gambar 5). Dengan ketebalan lapisan lempung pada percontoh bor, dapat membuktikan bahwa kandungan lumpur S. Cimanuk sangat melimpah, khususnya pada musim hujan. Dari pemerian data bor, sulit untuk dilihat adanya siklus musim (climatic cycles) karena tidak tampaknya batas-batas perlapisan dan siklus yang tegas pada pemercontoh bor karena dominasi endapan lumpur yang lunak, pejal dan ada sedikit pasir berbutir sedang hingga halus. Linkungan pengendapan kawasan ini pada zona pasang surut (intertidal zone), pada urutan sedimen delta ditemukan cangkang-cangkang Moluska baik pada lapisan berbutir kasar maupun yang berbutir halus. Rombakan batuan berukuran 2 – 3 cm, umumnya material terumbu karang. Walaupun Moluska dapat hidup di darat akan tetapi keberadaan cangkang-cangkang Moluska serta rombakan terumbu karang berukuran krakal pada endapan berbutir halus ditafsirkan sebagai akibat dari aktivitas gelombang laut. Pemboran air telah dilakukan masyarakat hingga kedalaman lebih dari 150 meter untuk mencapai lensa-lensa pasir di daerah delta ini, untuk mendapatkan air tawar, tetapi tidak berhasil karena air tanah masih mengandung kadar garam yang cukup tinggi serta mengeluarkan gelembung-gelembung gas.

BAB IV

KESIMPULAN

Delta S. Cimanuk terbentuk pada tahun 1947 saat banjir besar menghancurkan tanggul di desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu. Luapan air S. Cimanuk mengalir ke arah taratimur membentuk delta baru. Energi S. Cimanuk yang sangat kuat, khususnya pada musim hujan mencapai debit 1200 m3/detik, serta kandungan sedimen lumpur yang tinggi, mencapai 2.850 mg/liter membangun delta dengan tipe talapak kaki burung (birdfoot-type delta), mencirikan dominasi energi sungai dibandingkan dengan energi gelombang laut. Endapan sedimen lempung yang sangat tebal pada pemercontoh pemboran serta penampang rekaman geolistrik mendukung bahwa S. Cimanuk menghasilkan lumpur minimal 53,6 juta ton/ tahun.

Sisipan pasir berukuran sedang dan halus berwarna hitam berada di antara endapan lumpur ditemukan dari data bor di Desa Brondong hal tersebut menunjukkan ciri dari urutan endapan sedimen delta. Tumbuhan bakau yang dapat dijumpai di kawasan rawa-rawa di muara delta Cimanuk turut berperanserta dalam perkembangan delata S. Cimanuk karena akarnya yang berfungsi sebagai perangkap material sedimen. Proses sedimentasi di dominasi oleh material sedimen yang sangat melimpah berasal dari S. Cimanuk membentuk delta type telapak kaki burung (birdfoot).

Pertumbuhan Delta S. Cimanuk terus bertambah hingga saat ini dengan kecepatan 200 meter/tahun. Pemantauan dilakukan dengan menggunakan peta topografi, photo udara serta citra satelit dari Landsat, guna mengetahui perkembangannya maka dapat dilihat dari gambaran garis pantai lama hingga garis pantai hasil rekaman terakhir.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.geofacts.co.cc/2010/02/sedimentologi-dan-stratigrafi.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentologi

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/sedimentasi-pengendapan-pada-pengolahan-limbah-cair/

http://wahyuancol.wordpress.com/2008/06/06/sedimentasi/

http://www.konijabar.or.id/porda9/dermayon.php?mn=2

http://www.deptan.go.id/pesantren/ditbuah/Komoditas/Sentra/kabupaten_indramayu.htm

http://hutbunindramayu.blogspot.com/2009/12/persiapan-kabupaten-indramayu-dalam.html

http://geografientrepreneur.blogspot.com/2010/04/proses-pertumbuhan-delta-baru-sungai.html

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:kPbkJ8fL0s0J:www.damandiri.or.id/file/erlanggaipbbab2.pdf+muara+sungai+adalah&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESg96Va2yI6oHWMEwXCCS72gs-ZP3RRs2xBiDVYrtYlILwzjV5gu2Oa3STALg4rP0iUVCZGbF4-C5Vf232iR9KYBWaqtQJ40_HVUXY-WCopgEQXCzzZk7lB9V0KiOK4fvatuWkdG&sig=AHIEtbQpDkqxAzR1CQ3Br2JVnnPd-BgG_A

April 21, 2010 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar